Selasa, 22 April 2008

Gerakan Sosial








PERKEMBANGAN GERAKAN SOSIAL
Wawan Suwandi
Jl. Raya Kandang Limun Bengkulu (0736) 21170-21884
Jurusan Sosiologi, Universitas Bengkulu, Bengkulu
PENDAHULUAN
Sebagai bagian dari sebuah gerakan sosial, gerakan mahasiswa tahun 1998 merupakan sebuah contoh gerakan sosial yang berhasil dalam misinya. Memang tidak semua slogan yang diinginkan dalam gerakan mahasiswa bisa terwujud, namun langkah-langkah dan karakteristik yang diambil dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Indonesia selama tahun 1998 menunjukkan sebuah ciri-ciri gerakan sosial. Saat Presiden Soeharto mengundurkan diri 21 Mei 1998, gerakan mahasiswa yang marak di hampir seluruh kampus di Indonesia mencapai klimaksnya. Kemudian perlahan-lahan situasi kampus kembali ke kehidupan perkuliahan. Boleh dikatakan, gerakan sosial seperti sebuah gerakan resi yang turun gunung manakala situasi membahayakan negara memanggilnya. Begitu persoalan utama selesai yakni mundurnya Presiden Soeharto, maka mereka kembali ke tempat semula, bekerja seperti biasa.
Sebuah gerakan sosial yang maha besar - meski sesaat -seperti diperlihatkan oleh ratusan ribu mahasiswa adalah fenomena menarik dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sering dikatakan paternalistik. Mahasiswa yang muncul sebgai suatu segmen masyarakat yang terdidik, terpengaruh budaya pendidikan Barat dan belajar menganalisa masyarakatnya keluar dari tradisi-tradisi umumnya yang ingin menempatkan “pemerintah” sebagai sebuah institusi yang serba benar. Dalam kamus sosial di Indonesia, jarang sekali pemberontakan itu muncul dari sebuah kalangan tanpa didahului penindasan. Namun dalam kasus kebangkitan mahasiswa yang berlangsung dalam tempo singkat, peruabahn terwujud karena gerakan sosial mahasiswa hidup dalam lingkungan yang sudah matang. Lingkungan itu antara lain, pengaruh krisis moneter yang sudah sangat meningkat, ketakutan masyarakat terhadap aparat pemerintah dan trauma masa lalu yang dialami aktivis-aktivis yang memunculkan kekuatan baru dalam segmen masyarakat yang disebut mahasiswa. Jika dilihat lebih dekat, bahkan dunia mahasiswa sendiri tidak bebas dari proses kegiatan pendangkalan politik. Sejak NKK/BKK diberlakukan terhadap kampus untuk meredam pengaruh politik dari ormas-ormas yang ada atau pengaruh dari pesaing politik yang anti antivokal terhadap kebijakan pemerintah, mahasiwa disibukkan oleh urusan kuliah. Sistem SKS yang diberlakukan telah mendorong mereka untuk mencurahkan perhatian semata-mata pada perkuliahan. Kegiatan ekstrakulikuler dan keorganisasian mahasiswa lainnya dipersulit untuk dikatakan tidak dilarang sama sekali. Oleh karena itulah generasi NKK/BKK itu melahirkan mahasiswa yang takut terhadap kekuatan pemerintah atau bahkan mungkin penakut. Situasi ini menciptakan iklim dimana mereka alergi terhadap isu-isu dan diskusi politik. Bahkan diskusi tentang politik di kampuspun menjadi sesuatu yang dicurigai aparat keamanan karena ditakuti akan menyebarkan benih-benih anti pemerintah. Setelah sekian lama konsep pelumpuhan daya dobrak dan daya kritik mahasiswa terhadap negaranya, ternyata karakter alamiah yang melekat pada kampus tidak luntur. Daya kritis masih tetap ada dalam dunia akademisi. Sebagian pengajar malah masih menyuarakan pandangan-pandangan kritis terhadap sejumlah kebijakan pemerintah. Sikap-sikap kritis inilah yang meskipun skalanya kecil tetap menghidupkan suatu cita-cita ideal tentang kampus dan masyarakat yang demokratis, maju, makmur dan modern. Pertanyaan-pertanyaan yang “nakal” pun tentang situasi di seputarnya, terutama elit politik dan ekonomi di Indonesia, tidak padam begitu saja. Terbukti meski diredam dengan segala daya - baik peraturan, kultur yang menakutkan dan sanksi terhadap aktivis-aktivis mahasiswa - tidak memudarkan citra kampus sebagai sebuah lembaga agen perubahan. Di sinilah barangkali analisa terhadap karakter dan daya dobrak gerakam sosial menjadi menarik. Sebagai bagian dari masyarakat akademis yang senantiasa kritis dan ditantang untuk berpikir - terutama di kampus-kampus yang prestisius serta lulusan lua negeri - para mahasiswa ini tidak bisa begitu saja melihat NKK menjadi sebuah lembaga yang tak bisa diganggu gugat. Apalagi dengan krisis moneter yang meledak Juli 1997 makin menjadi-jadi di bawah Orde Baru. Maka kemudian lahirlah sebuah gerakan sosial yang memiliki ciri-ciri yang mengarah pada perbuhahan reformatif. Risalah singkat ini akan berusaha mengungkapkan apa yang dimaksud dalam gerakan sosial.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka penulis menemukan rumusan masalah sebagai berikut;
1.Apa yang dimaksud dari gerakan sosial dan jenis-jenis apa saja gerakan social yang ada di Indonesia?
2.Strategi dan taktik apa saja untuk menangani permasalahan-permasalahan di dalam gerakan social?
3.Apakah di dalam gerakan social selalu ada perubahan social dan basis apa saja yang ada pada gerakan social untuk menimbulkan gerakan social?
Tujuan Penelitian
1.Mengetahui berbagai devinisi tentang gerakan social dari berbagai sudut pandang dan perkembangan gerakan sosial
2.Mengetahui permasalahan yang terjadi pada gerakan sosial
Manfaat Penelitian
1.Kuesioner dapat mengetahui devinisi gerakan sosial, perkembangan sosial, dan permasalahan yang terjadi pada gerakan sosial serta gerakan sosial yang menimbulkan perubahan sosial.
Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan yaitu diskriptif kuantitatif dimana peneliti membagikan angket kepada kuesioner sesuai topic yang bersangkutan.
Hasil Penelitian
Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh penuis yaitu berdasarkan Hipotesa Deskriptif karna peneliti melakukan penelitiannya berdasarkan penelitian kuantitatif (bukan berbentuk persentase tetapi berbentuk data diskriptif. Adapun Hasil Penelitiannya sebagai berikut;
TINJAUAN PUSTAKA
Pada hakikatnya, gerakan sosial merupakan jawababn spontan maupun terorganisir dari massa rakyat terhadap Negara yang mengabaikan hak-hak rakyat, yang ditandai oleh penggunaan cara-cara yang bertentangan atau diluar institusi yang ada. Gerakan sosial termasuk istilah baru dalam kamus ilmu-ilmu sosial. Meskipun demikian di lingkungan yang sudah modern seperti di Indonesia fenomena munculnya gerakan sosial bukanlah hal aneh. Misalnya ketika kenaikan tarif listrik sudah terlalu tinggi kemudian muncul nama seperti Komite Penurunan Tarif Listrik. Model-model aksi sosial seperti terjadi dalam kasus penggusuran tanah di Kedung Ombo atau lahan yang dijadikan lapangan golf sehingga melahirkan sejumlah aktivitas masyarakat yang berusaha menolak “pemaksaan” itu sudah menjadi bagian dari pemberitaan media massa. Presiden Soeharto saat menjadi presiden bahkan mereka yang bertahan di Kedung Ombo yang dijadikan bendungan itu sebagai orang-orang PKI. Label ini telah mematahkan semua aksi perlawanan terhadap aparat pemerintah. Perlawanan atau desakan untuk mengadakan perubahan seperti itu dapat dikategorikan sebuah gerakan sosial. Beberapa gerakan sosial dan bahkan individu terlibat dalam usaha mendukung masyarakat Kedung Ombo yang disuruh transmigrasi, tapi tetap ingin tinggal di kampung halamannya. Sikap gerakan masyarakat dan tokoh lembaga swadaya masyarakat itulah yang memberi warna pada pemunculan gerakan perlawanan terhadap penguasa. Di sini jelas bahwa gerakan sosial memang lahir dari situasi yang dihadapi masyarakat karena adanya ketidakadilan dan sikap sewenang-wenang terhadap rakyat. Dengan kata lain gerakan sosial lahir sebagai reaksi terhadap sesuatu yang tidak diinginkannya atau menginginkan perubahan kebijakan karena dinilai tidak adil. Biasanya gerakan sosial seperti itu mengambil bentuk dalam aksi protes atau unjuk rasa di tempat kejadian atau di depan gedung dewan perwakilan rakyat atau gedung pemerintah. Namun demikian label kepada masyarakat Kedung Ombo yang membangkang terhadap pemerintah karena sikapnya yang tidak adil itu berakhir manakala era reformasi lahir akibat gerakan sosial lainnya. Setelah Mei 1998, gerakan sosial semakin marak dan ketidakadilan atau ketidakpuasan yang muncul jauh sebelum 1998 dibongkar untuk dicari penyelesaiannya. Situasi itu menunjukkan bahwa dimana sistem politik semakin terbuka dan demokratis, maka peluang lahirnya gerakan sosial sangat terbuka. Berbagai gerakan sosial dalam bentuk LSM dan Ormas bahkan Parpol (Partai Politik) yang kemudian memberikan indikasi bahwa memang dalam suasana demokratis maka masyarakat memiliki banyak prakarsa untuk mengadakan perbaikan sistem atau struktur yang cacat.
Dari kasus itu dapat kita ambil semacam kesimpulan sementara bahwa gerakan sosial merupakan sebuah gerakan yang lahir dari atas prakarsa masyarakat dalam suatu usaha menuntut perubahan dalam institusi, kebijakan atau struktur pemerintah. Di sini terlihat tuntutan perubahan itu biasanya karena kebijakan pemerintah tidak sesuai lagi dengan konteks masyarakat yang ada atau kebijakan itu bertentangan dengan kehendak sebagian rakyat. Karena gerakan sosial itu lahir dari masyarakat maka kekurangan apapun di tubuh pemerintah menjadi sorotannya. Jika tuntutan itu tidak dipenuhi maka gerakan sosial yang sifatnya menuntut perubahan insitusi, pejabat atau kebijakan akan berakhir dengan terpenuhinya permintaan gerakan sosial. Sebaliknya jika gerakan sosial itu bernafaskan ideologi, maka tak terbatas pada perubahan institusional tapi lebih jauh dari itu yakni perubahan yang mendasar berupa perbaikan dalam pemikiran dan kebijakan dasar pemerintah. Namun dari literatur definisi tentang gerakan sosial ada pula yang mengartikan sebagai sebuah gerakan yang anti pemerintah dan juga pro pemerintah. Ini berarti tidak selalu gerakan sosial itu muncul dari masyarakat tapi bisa pula hasil rekayasa para pejabat pemerintah atau penguasa. Jika definisi digunakan maka gerakan sosial tidak terbatas pada sebuah gerakan yang lahir dari masyarakat yang menginginkan perubahan pemerintah tapi juga gerakan yang berusaha mempertahankan kemauannya. Jika ini memang ada maka betapa relatifnya makna gerakan sosial itu sebab tidak selalu mencerminkan sebuah gerakan murni dari masyarakat.
Jenis-jenis gerakan sosial
Menurut Peter Burke, seorang sosiolog dari amerika menyebutkan ada dua jenis gerakan sosial yakni pertama, gerakan sosial untuk memulai perubahan. Kedua, gerakan sosial yang dilakukan sebagai reaksi atas perubahan yang terjadi.Dalam sejarah modern dikenal juga ada dua jenis gerakan sosial yakni gerakan kelas dan gerakan kelompok etnik. Contoh gerakan sosial adalah antara kelas menengah lawan kelas dan kaum bangsawan, kelas petani lawan tuan tanah, kelas pekerja lawan majikan, petani lawan tengkulak dan petty bourgeoisie (borjuis kecil) lawan pengusaha besar. Para pendukung gerakan kelas ini adalah mereka yang mendapatkan keuntungan ekonomi dan kemajuan sosio-ekonomi, merasa tereksploitasi dan secara politis tertekan. Beberapa gerakan, khususnya gerakan tandingan dan gerakan protes berasal dari kelas yang secara sosioekonomis mundur. Perbedaan antara gerakan petani dan gerakan petani besar (farmer) yakni terjadi di masyarakat dimana tanah adalah properti kelas penguasa yang tidak selalu terlibat dalam pertanian namun menyewakan atau mendapatkan pendapatan uang tunai atau sejenisnya atau jasa dari petani. Gerakan ini bertujuan menghapuskan kewajiban-kewajiban ini dan mengembalikan tanah ke pemilik sebenarnya. Sebaliknya, gerakan petani modern khususnya terjadi dikalangan petani komersial di satu kawasan panen dimana kerawanan ekonomi hadir. Kecuali adanya petani garapan yang luas, masalah tanah tidak muncul. Isu yang muncul biasanya tentang harga, tingkat bunga dan pajak. Target utama juga adalah pedagang, kreditor dan pemerintah. Gerakan petani modern sebagai penguasa tidak mengembangkan ideologi yang rinci namun mengangkat tuntutan-tuntutan konkret sehingga lebih dekat dengan gerakan protes. Namun jika penderitaan mereka tidak bisa dihindari, bahkan petani modern menjadi terbuka terhadap gerakan ideologis radikal. Misalnya terjadi pada gerakan petani selama kebangkitan Nazisme. Gerakan petani mungkin melahirkan kekerasan. Ideologi mereka jika ada mungkin pada saat sama menganut tradisionalisme dan restoratif. Namun biasanya dalam wilayah tradisional kerusuhan petani , komunisme kontemporer mendapatkan dukungan luas. Bisa mengatakan bahwa sebuah gerakan didukung kelas tertentu tidak berarti setiap anggota gerakan milik kelas tertentu atau setiap anggota kelas milik gerakan. Korelasi ini tak pernah sempurna. Beberapa gerakan direkrut terutama dari anggota yang tercabut akarnya atau anggota kelas tertentu yang teralienasi. Sistem kepercayaan para pemimpin pendiri kelas dan petani modern sering merupakan anggota teralineasi kelas lainnya. Dalam hal ini tak bisa dilupakan pentingnya peran kaum intelektual dalam melahirkan para pemimpin gerakan revolusioner. Karena tidak memiliki akar dalam masyarakat, mereka gampang menerima keyakinan ideologis yang menjanjikan mereka sebuah masyarakat dimana mereka dapat menemukan status memuaskan. Istilah “gerakan kelompok etnik” digunakan untuk menjelaskan berbagai fenomena.
Sejumlah gerakan etnik yang paling penting antara lain :
1.Gerakan kemerdekaan politik minoritas nasional dalam kekaisaran negara di Eropa.
2.Gerakan kemerdekaan pribumi di negara kolonial Asia-Afrika.
3.Gerakan persatuan nasional - misalnya, di Jerman dan Italia pada abad ke-19 dan gerakan Pan Arab dalam abad ke-20.
Strategi dan Taktik Gerakan Sosial
Dalam politik, perbedaan antara strategi dan taktik tak dapat dipisahkan dengan tajam seperti halnya dalam perang. Dalam masyarakat dimana kebebasan berpendapat hadir, adalah hal biasa pada gerakan sosial mengalami konflik dengan pemerintah mengenai taktik dan bukannya strategi. Khususnya terjadi pada gerakan sosial itu terlibat “aksi langsung” seperti sabotase, pemogokan umum, boikot, aksi “duduk”, teror dan aksi kekerasan. Atau bahkan dalam persiapan serius kudeta. Perselisihan dalam sebuah gerakan sosial biasanya muncul dalam hal taktik. Meskipun demikian ada perpecahan serius misalnya dalam strategi jangka panjang. Dalam situasi ekstrim, gerakan akan berpuncak pada revolusi keras. Taktik dan strategi dalam gerakan soaial adalah saling tergantung dengan ideologi dan bentuk organisasi. Misalya, sebuah gerakan yang bertujuan revolusi perlu organisasi lebih otoritarian daripada organisasi yang percaya reformasi bertahap. Pilihan akan taktik serta bentuk organisasi sebagian tergantung terhadap sistem politik dimana gerakan sosial itu beroperasi. Sebagian lagi tergantung besarnya gerakan sosial dan pengaruhnya terhadap sistem politik. Oleh karena itulah, taktik sebuah gerakan sosial mungkin berubah sejalan dengan pertumbuhann. Mungkin mereka kurang revolusioner saat gerakan itu mendapatkan banyak pengaruh atau mungkin menjadi lebih agresif dimana peluang berhasil membesar.
Konsekuensinya, perpecahan gerakan yang besar menjadi banyak kelompok atau kelompok yang kurang agresif. Dalam dunia politik seperti halnya dalam militer dan bisnis, sukses muncul karena langkah inovator. Berkuasanya dan prestasi politik luar negeri kekuatan Fasis dan Nazi sebagian karena fakta bahwa mereka tidak bermain bukan dalam kerangka aturan sedangkan lawannya baik di dalam maupun di luar negeri memperkirakan akan mentaati aturan. Hal yang sama dapat dikatakan dengan sedikit modifikasi, mengenai gerakan komunis: seringnya perubahan taktik cenderung membingungkan musuhnya. Mao Zedong berhasil karena ia menyimpang dari strategi ortodoks Leninis. Revolusi radikal dan gerakan kontrarevolusi mampu melanggar “aturan main” karena anggotanya tiak dianggap pesaingnya sebagai bagian dari komunitas politik. Mereka mengkonsepkan semua hal berbau politik dalam pengertian hubungan sahabat-musuh., dimana tak ada aturan yang melarang.
Hal ini bisa menjelaskan penggunaan teror sebelum dan sesudah perebutan kekuasaan dan pradoks bahwa orang-orang yang berniat menciptakan dunia yang lebih baik mampu mengorbankan jutaan manusia dalam prosesnya.
Perubahan Sosial dan Basis Sosial
Hipotesis besar dalam bidang ini adalah gerakan sosial merupakan produk dari perubahan sosial . Situasi muncul dimana hubungan yang sudah lama terjalin tidak lagi memadai. Hasilnya dari hubungan terhambat dari situasi lama dan baru ini menimbulkan ketidakpuasan. Salah satu tugas sosiolog adalah menganalisa sebuah gerakan untuk mengidentifikasi ketidakpuasan dan melihat hubungannya dengan gerakan. Misalnya, sebuah gerakan yang bertujuan menegakkan bahasan resmi Norwegia di pedesaan sebagai bahasa resmi Norwegia diperlihatkan sebagai produk chauvinisme budaya dengan petani merespon terhadap aliran lembaga dan pribadi urban di propinsi.
Basis-basis sosial gerakan
Seperti halnya perubahan yang jarang sama di sebuah masyarakat, demikian pula geraka sosial biasanya mengajak beberapa segmen masyarakat. Dengan kata lain, gerakan memiliki lokasi dalam struktur sosial. Misalnya, gerakan kemerdekaan India memiliki daya tarik khusus untuk kaum profesional India yang saat itu menjadi sebuah kelas terdiri dari kaum profesional meskipun mereka diberi pendidikan Inggris. Gerakan Poujadist di Perancis menarik pengusaha kecil dan petani. Kaum Metodis dalam tahap-tahap awalnya memiliki daya tarik bagi pekerja kelas Inggris. Gerakan spesifik tentu saja mengajak lebih dari satu segmen sosial dan budaya. Analisa gerakan biasanya melibatkan pertimbangan masalah-masalah yang ada dalam usaha menyatukan kelompok sosial yang berbeda-berbeda dalam satu asosiasi. Dengan demikian, seperti diperlihatkan gerakan sosial Amerika biasanya terlibat dalam pertikaian yang muncul karena kenaekaragaman radikalisme pedesaan Amerika dengan radkilamisme perkotaan seperti imigran dan pekerja. Radikalisme Amerika pribumi adalah populis dan anti industri sedakan radikalisme urban adalah kelas pekerja yang mengusahakan industrialisasi.
Deprivasi relatif dan perubahan sosial
Tidak ada hubungan garis tunggal antara pengalaman sebuah kelompok dan perkembangan gerakan terhadap perubahan. Prinsip relative deprivation dapat menjelaskan hubungan persepsi perampasan (deprivation) atau (persepsi ancaman) dan ekspresi dan organisasi ketidakpuasan. Riset menunjukkan situasi absolut sebuah kelompok bukanlah instrumen yang membentuk dan memfokuskan ketidakpuasan persepsi apa yang adil, diharapkan dan mungkin. Revolusi mungkin dan sering muncul setelah revolusi segmen masyarakat telah memperbaiki posisi ekonomir mereka. Karena harapan kelompok meningkat, situasi baru mungkin dialami lebih menekan daripada sebelumnya. Dalam beberapa kasus, kecemasan akan kehilangan keuntungan baru meningkatkan kerusuhan. Lebih jauh lagi, kehilangan status mungkin berpengaruh dalam membentuk gerakan yang bertujuan pemulihan. Ini adalah salah satu faktor dalam perkembangan serikat buruh Inggris. Awal industrialisasi mengancam menghapus garis antara pengrajin dan pekerja terampil sehingga mengancam posisi pekerja terampil.
Fungsi Gerakan Sosial
Perubahan-perubahan besar dalam tatanan sosial di dunia yang muncul dalam dua abad terakhir sebagian besar secara langsung atau tak langsung hasil dari gerakan-gerakan sosial. Meskipun misalnya gerakan sosial itu tidak mencapai tujuannya, sebagian dari programnya diterima dan digabungkan kedalam tatanan sosial yang sudah berubah. Inilah fungsi utama atau yang manifest dari gerakan-gerakan sosial. Saat gerakan sosial tumbuh, fungsi-fungsi sekunder atau “laten” dapat dilihat sebagai berikut:
1.Gerakan Sosial memberikan sumbangsih kedalam pembentukan opini publik dengan memberikan diskusi-diskusi masalah sosial dan politik dan melalui penggabungan sejumlah gagasan-gagasan gerakan kedalam opini publik yang dominan.
2.Gerakan Sosial memberikan pelatihan para pemimpin yang aka menjadi bagian dari elit politik dan mungkin meningkatkan posisinya menjadi negarawan penting.Gerakan-gerakan burush sosialis dan kemerdekaan nasional menghasilkan banyakpemimpin yang sekarang memimpin negaranya
KESIMPULAN
Gerakan Sosial jelas seperti yang dipaparkan, ternyata memiliki akar-akar sejarah yang panjang dalam berbagai masyarakat. Jika diamati secara seksama jelas bahwa gerakan sosial akan senantiasa muncul dalam masyarakat apakah bentuknya kecil atau besar, lama atau sebentar. Namun yang jelas sebagai sebuah aktivitas kemasyarakatan gerakan sosial tidak berhenti pada suatu titik, akan selalu datang susul menyusul dari satu gerakan ke gerakan lain. Semua itu bisa terjadi karena, sifat masyarakat sendiri yang terus berubah. Perubahan itu terjadi karena arus baru dalam diri masyarakat itu sendiri yang menginginkan perubahan. Tingginya harga-harga sembilan bahan pokok seperti di Indonesia mendorong berbagai aksi sosial yang mendesak turunnya atau naiknya harga sembako itu. Perubahan itu juga terjadi kalau ada tekanan internasional. Faktor eksternal dari sistem masyarakat itu sendiri melahirkan masukan yang kemudian mempengaruhi pola pikir dan budaya masyarakat. Semakin terbuka suatu masyarakat maka semakin besar peluang tumbuhnya gerakan-gerakan sosial yang memperjuangkan kepentingan masyarakat. Barangkali pandangan mirip dengan apa yang ditulis Ali A Mazrui (1983) bahwa gerakan sosial tak hanya disandera oleh sistem negara-negara berdaulat tapi juga mesin kapitalis dunia. Oleh sebab itulah, masa depan gerakan-gerakan sosial di dunia tunduk pada dua hegemoni yakni hegemoni kapitalisme dan di sisi lain sistem negara.
DAFTAR PUSTAKA
Touraine, Alain, Solidarity: The Analysis of a Social Movement ,Cambridge: Cambridge University Press, 1982.
Ingleson, John, Road to exile the Indonesian Nationalist Movement, 1927-1934. Singapore: Heinemann Educational Books (Asia) Ltd., 1979.
The Indonesia women’s movement: a cronological survey of the women’s movement in Indonesia –Jakarta: Departement of Information RI, 1968.

.

Kamis, 17 April 2008

Welcome to Blog wawan


Selamat datang di blog wawan,blog ini hanya untuk yang suka dengan isi blog saya tp untuk saat ini blog sayasebagian sudah ada isinya afwan jiddan ya.Mohon kritik dan sarannya ya